Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

Kamis, 10 Mei 2012

MENANTI KEADILAN YANG BERKEADILAN


Keadilan adalah kondisi kebenaran ideal secara moral mengenai sesuatu hal, baik menyangkut benda atau orang. Menurut sebagian besar teori, keadilan memiliki tingkat kepentingan yang besar. John Rawls, filsuf Amerika Serikat yang dianggap salah satu filsuf politik terkemuka abad ke-20, menyatakan bahwa "Keadilan adalah kelebihan (virtue) pertama dari institusi sosial, sebagaimana halnya kebenaran pada sistem pemikiran" [1]. Tapi, menurut kebanyakan teori juga, keadilan belum lagi tercapai: "Kita tidak hidup di dunia yang adil" [2]. Kebanyakan orang percaya bahwa ketidakadilan harus dilawan dan dihukum, dan banyak gerakan sosial dan politis di seluruh dunia yang berjuang menegakkan keadilan. Tapi, banyaknya jumlah dan variasi teori keadilan memberikan pemikiran bahwa tidak jelas apa yang dituntut dari keadilan dan realita ketidakadilan, karena definisi apakah keadilan itu sendiri tidak jelas. keadilan intinya adalah meletakkan segala sesuatunya pada tempatnya

َالسَّمَاءَ رَفَعَهَا وَوَضَعَ الْمِيزَانَ
Dan Allah telah meninggikan langit dan Dia meletakkan neraca (keadilan). QS. Al-Rahman [55]: 7
وKetika membahas ayat di atas, para ahli tafsir menyebutkan bahwa yang dimaksud oleh ayat itu adalah keadaan yang tercipta secara seimbang. Segala obyek dan partikelnya telah diletakkan dalam ukuran yang semestinya. Tiap-tiap divisi diukur secara sangat cermat.
Dalam suatu hadis, Nabi Saw bersabda: “Dengan keadilan, tegaklah langit dan bumi.” (Tafsir Al-Shafi, tentang QS. Al-Rahman [55]: 7)
Lawan keadilan, dalam pengertian ini, adalah “ketidakseimbangan”, bukan “kezaliman”.Banyak orang yang berupaya menjawab semua kemusykilan dalam keadilan Ilahi dari perspektif keseimbangan dan ketidakseimbangan alam, sebagai ganti dari perspektif keadailan dan kezaliman. Merteka puas dan berusaha untuk puas dengan pandangan bahwa semua diskriminasi yang terjadi, baik disertai alasan ataupun tidak, dan semua kejahatan yang ada, sebenarnya merupakan keharusan dan keniscayaan sistem alam yang menyeluruh. Tidak diragukan lagi bahwa eksistensi obyek tertentu merupakan keniscayaan bagi keseimbangan alam secara historis. Tetapi, solusi ini tidak menjawab keberatan seputar terjadinya kezaliman.

Kajian tentang keadilan dalam pengertian “keseimbangan”, sebagai lawan ketidakseimbangan, akan muncul jika kita melihat sistem alam sebagai keseluruhan. Sedangkan, kajian tentang keadilan dalam pengertian sebagai lawan kezaliman dan yang terjadi ketika kita melihat tiap-tiap individu secara terpisah-pisah adalah pembahasan yang lain lagi. Keadlian dalam pemgertian pertama menjadikan “maslahat umum” sebagai persoalan. Adapun keadilan dalam pengertian kedua menjadikan “hak individu” sebagai pokok persoalan. Karenanya, orang yang mengajukan keberatan akan kembali mengatakan, “Saya tidak menolak prinsip keseimbangan di seluruh alam, tapi saya mengatakan bahwa pemeliharaan terhadap keseibangan ini, mau tidak mau, akan mengakibatkan munculnya pengutamaan tanpa dasar (tarjih bila murajjih). Semua pemgutamaan ini, dari sudut pandang keseluruhan dapat diterima dan relevan. Tapi, dari sudut pandang individual, ia tetap tidak dapat diterima dan tidak relevan.”



KEADILAN DALAM  PANDANGAN ETIKA

Para ahli etika berpendapat bahawa kebaikan (al-jud) lebih mulia dari keadilan. Sebaliknya Imam Ali AS dengan jelas mengatakan dengan hujah-hujah tertentu bahawa keadilan lebih tinggi dari kebaikan. Kedua, pandangan ini muncul dari dua arah pandangan yang berbeza. Sekiranya kita memandang masalah dari segi pandangan etika individual, maka kebaikan atau itsar itu berkedudukan lebih tinggi dari keadilan. Dikatakan demikian, kerana seseorang yang adil itu dipandang adil kerana telah sampai batas kesempurnaan insani seperti tidak melanggar hak-hak orang lain, tidak merampas harta orang lain dan tidak mencari nama di mata manusia. Orang yang berbuat baik dan itsar di samping tidak tamak terhadap harta seseorang, juga berbuat baik kepada orang-orang lain dengan harta dan kesusahan. Orang ini tidak mengambil hak orang lain tetapi ia memberikan haknya kepada orang lain. Ia tidak melukai seseorang yang luka dan sakit, ia juga tidak menjenguk orang-orang yang terluka dan sakit di medan pertempuran, di rumah-rumah sakit, di rumah-rumah orang, dan memberikan ubat-ubatan, membungkus lukanya dan merawatnya tanpa mengharapkan balasan. Ia bukan sahaja tidak menumpahkan darah orang lain tetapi juga ia bersedia untuk menumpahkan darahnya sendiri sebagai satu khidmat kepada kebaikan sosial.
Dengan demikian, dari segi sifat-sifat etika individu, kebaikan itu lebih tinggi daripada keadilan atau mungkin sekali mempunyai persamaan.

0 komentar:

Posting Komentar